Powered By Blogger

Selasa, 22 Desember 2009

SINOPSIS TETRALOGI ANDREA HIRATA "SANG PEMIMPI"

Resensi Novel “Sang Pemimpi”
January 14, 2008 5:17 pm fariek_e3@cs.its.ac.id TulisMenulis

Ini merupakan buku kedua dari tetraloginya Andrea Hirata. Ending yang sangat mengesankan, dan alurnya bagus, menarik. Tema cerita yang sederhana tapi dibungkus dengan kalimat-kalimat yang penuh makna. Tapi perlu disayangkan, ceritanya kurang bersinergi dengan buku pertama, yang namanya tetralogi kan ada 4 buku, harusnya seh ada kesinambungan yang bagus. Memang, Laskar Pelangi masih sedikit disebut-sebut, tapi belum mewakili kesinambungan yang bagus. Berhubung sudah terbuai sosok-sosok yang ada didalamnya, jadi tidak masalah. Pasti novelnya sangat berkesan dan begitu menggugah.
“3 Seorang pemimpi. Setelah tamat SMP, melanjutkan ke SMA Bukan Maen. Disinilah perjuangan dan mimpi ketiga pemberani ini dimulai. Ikal, salah satu dari anggota Laskar Pelangi, Arai, saudara sepupu Arai yang sudah yatim piatus ejak SD dan tinggal di ruamh Ikal, sudah dianggap seperti anak sendiri oleh Ayah danIbu Ikal. Dan Jimbron, anak angkat seorang pendeta karena yatim piatu juga sejak kecil. Namun pendeta yang sangat baik dan tidak memaksakan keyakinan Jimbron, malah mengantarkan Jimbron menjadi muslim yang taat.
Arai dan Ikal begitu pintar dalam sekolahnya, sednagkan Jimbron, si penggemar kuda ini biasa-biasa aja. Malah menduduki rangking 78 dari 160 siswa. Sedangkan Ikal dan Arrai selalu menjadi 5 3 besar. Mimpi mereka sangat tinggi, karena bagi Arrai, orang susah seperti mereka tidak akan berguna tanpa mimpi-mimpi. Mereka berdua mempunyai mimpi yang tinggi yaitu melanjutkan study ke SArbonne Perancis. Mereka terpukau dengan cerita Pak Beia, guru seninya, yang selalu meyebut-nyebut indahnya kota itu. Kerja keras, menjadi kuli ngambat mulai pukul 2 pagi sampai jam 7 dan dilanjutkan dengan sekolah, itulah perjuangan ketiga pemuda itu. Mati-matian menabundemi mewujudkan impiannya. Ya, meskipun kalau dilogika, tabungan mereka tidak akan cukup untuk samapi kesana. Tapi jiwa optimisme Arai tak terbantahkan.
Setelah selesai SMA, Ari dan Ikal merantai ke Jawa, Bogor tepatnya. Sedangkan Jombron lebih emmilih untuk menjadi pekerja di ternak kuda di Belitong. Jimbron menghadiahkan kedua celengan kudanya yang berisi tabungannya selama ini kepada Ikal dan Arai. Dia yakin kalau Arai dan Ikal spai di Perancis, maka jiwa Jimbronpun akan selalu ebrsama mereka. Berbula-bulan terkatung0katung di Bogor, mencari pekerjaan untuk bertahan hidup susahnya minta ampun. Akhirnya setelah banyak pekerjaan tidak bersahabat ditempuh, Ikal ketrima menjadi tukang sortir (tukang Pos), dan Arai memutuskan untuk merantau ke kAlimantanTahun berikutnya, Ikal memutuskan untuk kuliah di Ekonomi UI. Dan setelah lulus, ada lowongan untuk mendapatkan biasiswa S2 ke Eropa. Beribu-ribu pesaing berhasil ia singkirkan dan akhrinya sampailah pada pertandingan untuk memperebutkan 15 besar.
Saat wawancara tiba, tidak disangka, profesor pengujia begitu terpukau dengan proposal riset yang diajukan Ikal, meskipun ahanya berlatar belakang sarjana Ekonomi yang amsih bekerja sebagai Tukang Sortir, tulsiannya begitu hebat. Akhirnya setelah wawancara selai, siap yang menyangka. Kejutan yang luar biasa. Warai pun ikut dalam wawancara itu. Bertahun-tahun tanpa kabar berita, akhirnya mereka berdua dipertemukan dalams uatu forum yang begitu indah dan terhormat. Begitulah Arai, selalu penuh dengan kejutan. Semua ini sudha direncanaknnya bertahun-thaun. TErnyata dia kuliah di Universitas Mulawarman dan mengambil jurusan Bilogi. Tidak kalah dengan Ikal, proposal Risetnya juga begitu luar biasa dan berbakat untuk menghasilkan teori baru.
Akhirnya sampai juga mereka pulang kampung ke Belitong. Dan ketika ada surat datang, merka berdebar-debar membuka isinya. Pengumuman penerimaan Beasiswa ke Eropa. Arai begitu sedih karena dia sangat merindukan kedua orang tuanya. Sangat ingin emmbuka kabar tu bersama orang yang sanagt dia rikan. Kegelisahan dimulai. Tidak kuasa mengetahui isi dari surat itu. Akhirnya Ikal ketrima di Perhuruan tinggi, Sarbone Prancis. Setelah perlahan mencocokkan dengan surat Arai, Subhannallah, inilah jawaban dari mimpi2 mereka. Kedua sang pemimpi ini diterima di Universitas yang sama. Tapi ini bukan akhir dari segalanya. Disinilah perjuangan dari mimpi itu dimulai, dan siap melahirkan mimpi anak-anak berikutnya.

BAHASA INDONESIA YANG SEMAKIN MEMPRIHATINKAN

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA YANG SEMAKIN MEMPRIHATINKAN

Penggunaan bahasa Indonesia sekarang ini semakin memprihatinkan. Banyak sekali masyarakat, baik dari kalangan eksekutif seperti para dewan atau orang-orang dalam pemerintahan maupun kalangan umum menggunakan istilah-istilah yang dicampur-adukan antara bahasa Indonesia, bahasa inggris, bahasa daerah maupun bahasa gaul kaum muda Indonesia. Yang penting terdengar lebih keren dan gaul, mereka tidak lagi memperhatikan dan mempertimbangkan apakah bahasa Indonesia yang dipergunakan benar secara kaidah, apalagi mereka menggunakannya dalam ruang publik.

Fenomena semacam ini disebabkan karena ketidakmatangan berpikir bangsa Indonesia dan terjadi karena hampir sebagian besar masyarakat Indonesia ini cenderung lebih menghargai bahasa asing daripada bahasa Indonesia sendiri. Masyarakat memandang bahasa asing lebih modern sehingga ketika menggunakan bahasa Indonesia dalam lisan maupun tulisan sering disisipkan istilah atau kosakata asing, daerah maupun kosakata gaul anak muda Indonesia.

Padahal dalam hal ini, Pusat Bahasa telah melakukan beberapa upaya seperti penyusunan kamus yang berisi 450.000 istilah asing dari berbagai bidang ilmu kedalam bahasa Indonesia dan kamus tesaurus yang memuat ribuan kata atau istilah asing. Sehingga, tidak ada alasan bahwa bahasa asing tersebut belum ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Tetapi masih saja terjadi penggunaan bahasa Indonesia yang dicampur-adukan. Hal ini disebabkan karena kurangnya sosialisasi bahwa kita telah memiliki kamus istilah asing dan kamus tesaurus.

Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sangat penting agar bangsa Indonesia memiliki kebanggaan terhadap bahasanya.

Minggu, 11 Oktober 2009

Penggunaan Ragam Bahasa

Contoh penggunaan ragam bahasa

pedagang asongan di terminal Situbondo menjelaskan bahwa pada ciri fonologis ditemukan adanya perubahan fonem, penambahan fonem, dan penghilangan fonem. Gejala perubahan fonem ditandai dengan adanya perubahan fonem vokal menjadi vokal lainnya, atau bisa juga perubahan fonem konsonan menjadi konsonan lainnya. Adanya penambahan fonem pada suatu kata (morfem) lebih sering terjadi pada daerah-daerah yang masih kental unsur bahasa daerahnya. Penambahan fonem merupakan bentuk penambahan atau menyisipkan fonem tertentu ke dalam bentuk kata (morfem). Penghilangan fonem dalam ciri fonologis merupakan salah satu gejala bahasa. Terdapat tiga gejala bahasa yang termasuk penghilangan fonem, yaitu (1) gejala aferesis adalah gejala penghilangan fonem pada awal kata, (2) gejala sinkop adalah gejala penghilangan fonem pada tengah kata, dan (3) gejala apokop adalah gejala penghilangan satu bunyi atau lebih pada akhir kata.

Pada ciri morfologis dilakukan pengamatan terhadap penemuan adanya bentuk-bentuk morfem-morfem tertentu, baik yang merupakan alomorf atau bukan. Seperti diketahui bahwa perubahan morfem ada yang merupakan varian morfem, tetapi juga ada yang terjadi karena pengaruh logat yang disebut pungutan logat atau pungutan dialek. Salah satu contoh penemuan data dalam ciri morfologis terdapat pada kata /deggan/, dalam pengucapannya sering berubah menjadi /duggen/. Secara fonetis, bentuk kata /deggan/ berbeda dengan bentuk kata /duggen/, tetapi perbedaan tersebut tidaklah fonemis. Kata /dəggan/ juga termasuk morfem bebas. Oleh karena itu, jika ditemukan bentuk kata /duggən/ dalam suatu ujaran, hal itu bukanlah merupakan alomorf. Secara morfologis bentuk kata /duggən/ tidak berbeda dengan bentuk kata /dəggan/.

Ciri sintaksis adalah ciri bahasa yang dapat dilihat dari konstruksi kalimat. Dalam menganalisis kalimat pada ragam bahasa pedagang asongan terutama di terminal Situbondo, hanya terbatas pada interaksi yang terjadi antara pedagang asongan (penjual) dengan calon pembeli (penumpang bus). Hal ini dikarenakan pada interaksi ini terbentuk pembicaraan yang bersifat persuasif dimana terjadi suatu penawaran, pertanyaan, atau ketertarikan calon pembeli terhadap barang yang akan dibeli. Secara umum struktur sintaksis itu terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel) dan keterangan (Ket). Susunan fungsi sintaksis tidak selalu berurutan S, P, O, Pel dan Ket. Kelima fungsi ini tidak harus ada dalam setiap struktur sintaksis.

Ciri diksi didefinisikan sebagai pemilihan atau pemakaian kata yang akan digunakan untuk berinteraksi dalam situasi tertentu, sedangkan ciri leksikal merupakan ciri yang dapat dilihat dari kata atau kosakata. Seperti telah disinggung di muka bahwa dilihat dari segi bunyi, ragam bahasa yang digunakan pedagang asongan menunjukkan adanya perubahan fonem, penambahan fonem, dan penghilangan fonem. Adanya perubahan semacam itu disebut pungutan dialek, dalam hal ini dialek Situbondo. Khusus dalam penelitian ini cenderung digunakan istilah pungutan logat. Cara pengucapan kata-kata (aksen) oleh pedagang asongan mempunyai karakteristik tertentu sehingga mengakibatkan timbulnya ciri-ciri khusus dalam setiap pertuturan. Pengucapan-pengucapan seperti itu dirasakan sebagai suatu hal biasa (kebiasaan pertuturan).

Penyelidikan tentang ciri intonasi menjadi sulit apabila dianalisis sampai kepada yang paling detail. Oleh karena itu, penganalisisan intonasi didasarkan kepada penandaan yang jauh lebih sederhana agar mudah dipahami. Cara yang lebih mudah untuk memberikan penandaan terhadap intonasi bahasa yaitu dengan angka-angka. Angka 1 sampai dengan 4 yang menunjukkan tinggi rendah nada secara garis besarnya sehingga pola-pola lagu kalimat dapat dilihat secara lebih mudah. Pemakaian angka 1 sebagai nada yang rendah, angka 2 sebagai nada yang sedang, angka 3 sebagai nada yang tinggi, sedangkan angka 4 sebagai nada yang luar biasa tingginya. Peneliti akan menggunakan cara ini bersama persendian untuk menyajikan beberapa keterangan yang menyangkut intonasi.

Para pedagang asongan di terminal Situbondo lebih sering menggunakan bahasa Indonesia dialek Situbondo (bahasa Madura) dan cenderung memakai pola intonasi kalimat dasar, dalam hal ini mereka sering memakai pola-pola intonasi kalimat tanya khususnya pemakaian kalimat elips. Oleh karena itu, untuk menghasilkan bentuk kalimat tanya tanpa memakai kata tanya, lebih banyak tergantung kepada penciptaan pola intonasi. Jadi, hanya memakai intonasi tanya terhadap kata-kata yang menjadi pokok ujaran.

Penggunaan Ragam Bahasa

kategori

Sabtu, 10 Oktober 2009

Apa yang dimaksud dengan Ragam Bahasa ?

Ragam Bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen. Dalam hal variasi bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua, variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Kedua pandangan ini dapat saja diterima ataupun ditolak. Yang jelas, variasi bahasa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan didalam masyarakat sosial. Namun Halliday membedakan variasi bahasa berdasarkan pemakai (dialek) dan pemakaian (register). Berikut ini akan dibicarakan variasi-variasi bahasa tersebut, dimulai dari segi penutur ataupun dari segi penggunanya.

1. Ragam dari Segi Penutur

Pertama, idiolek, merupakan variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang mempunyai idiolek masing-masing. Idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dsb. Yang paling dominan adalah warna suara, kita dapat mengenali suara seseorang yang kita kenal hanya dengan mendengar suara tersebut Idiolek melalui karya tulis pun juga bisa, tetapi disini membedakannya agak sulit.
Kedua, dialek, yaitu variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada di suatu tempat atau area tertentu. Bidang studi yang mempelajari tentang variasi bahasa ini adalah dialektologi.
Ketiga, kronolek atau dialek temporal, yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Sebagai contoh, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, lima puluhan, ataupun saat ini.
Keempat, sosiolek atau dialek sosial, yaitu variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan dan kelas sosial para penuturnya. Dalam sosiolinguistik variasi inilah yang menyangkut semua masalah pribadi penuturnya, seperti usia, pendidikan, keadaan sosial ekonomi, pekerjaan, seks, dsb. Sehubungan dengan ragam bahasa yang berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas sosial para penuturnya disebut dengan prokem.

2. Ragam dari Segi Pemakaian

Ragam bahasa berkenaan dengan penggunanya, pemakainya atau fungsinya disebut fungsiolek, ragam atau register. Ragam ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan dan sarana penggunaan. Ragam bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra, jurnalistik, pertanian, militer, pelayaran, pendidikan, dsb.


3. Variasi dari Segi Keformalan

Menurut Martin Joos, ragam bahasa dibagi menjadi lima macam gaya (ragam), yaitu ragam beku (frozen); ragam resmi (formal); ragam usaha (konsultatif); ragam santai (casual); ragam akrab (intimate).
Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi khidmat dan upacara resmi. Misalnya, dalam khotbah, undang-undang, akte notaris, sumpah, dsb.

Ragam resmi adalah ragam bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, ceramah, buku pelajaran, dsb.

Ragam usaha adalah variasi bahasa yang lazim digunakan pembicaraan biasa di sekolah, rapat-rapat, ataupun pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Wujud ragam ini berada diantara ragam formal dan ragam informal atau santai.


Ragam santai adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dangan keluarga atau teman pada waktu beristirahat, berolahraga, berekreasi, dsb. Ragam ini banyak menggunakan bentuk alegro, yakni bentuk ujaran yang dipendekkan.

Ragam akrab adalah ragam bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubngannya sudah akrab, seperti antar anggota keluarga, atau teman karib. Ragam ini menggunakan bahasa yang tidak lengkap dengan artikulasi yang tidak jelas.

4. Ragam dari Segi Sarana

Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan tulis atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, misalnya bertelepon atau bertelegraf.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Ragam Bahasa

Perbedaan penggunaan ragam bahasa disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor yang mempengaruhi ragam bahasa diantaranya adalah :

1. faktor waktu

2. faktor kebiasaan

3. faktor menarik perhatian pembeli

4. faktor agar cepat terjual (laku).

5. faktor pendidikan.


Adanya kenyataan bahwa wujud ragam bahasa yang digunakan berbeda-beda berdasarkan faktor-faktor sosial yang tersangkut di dalam situasi pertuturan, seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi penutur, dan lawan tutur.